Diberdayakan oleh Blogger.

Wisata horor di bmc bandung medical center

Coretan Pensil Online


Sangat sulit untuk mencari sejarah Bandung Medical Center ini. Namun, TS mendapatkan sedikit informasi dari berbagai sumber mengenai sejarah BMC.

Bandung Medical Center merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda. Yap! Rumah sakit ini dibangun dan dikelola oleh orang Belanda. Sayangnya, tidak ada kejelasan informasi mengenai siapa yg mendirikan dan kapan bangunan ini didirikan.


Rumah sakit ini sendiri pernah melakukan renovasi. Namun ditengah pengerjaan, sang pendiri, orang Belanda tersebut meninggal, dan akhirnya pengerjaannya pun tidak ada yg meneruskan, baik pemerintah Kota Bandung sendiri. Hal itu dikarenakan rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta. Dan akhirnya, rumah sakit ini pun ditutup.


Adapula informasi yg mengatakan, bahwa dulunya merupakan rumah sakit polri yang saat melakukan renovasi, terjadi sengketa antara pemilik tanah dan pengelola rumah sakit. Sehingga bangunan ini ditutup karena berdiri diatas sengketa.


Entah mana yg benar, namun kini bangunan ini menjadi bangunan kumuh, kotor, tak terawat selama 18 tahun lamanya dan tentu saja menjadi sarang bagi para makhluk astral.

Sekarang agan-agan sudah mendapat pencerahankan? Hehehe. Oke kita lanjut!
Rumah sakit yg sudah tidak beroperasi ini, kini menjadi pilihan wisata horor bagi masyarakat Bandung khususnya. Pertama kita memasuki jalan menuju rumah sakit ini, kita disuguhi pepohonan yg besar dan rindang.


Sesampainya di gerbang, ukiran dinding para pahlawan menyambut kedatangan agan disana. Bangunannya berwarna pink pucat ditambah lumut-lumut di dindingnya memberikan efek seram dan penasaran ingin masuk.

Tentu saja kita bisa masuk ke BMC. Masukknya bukan melalui pintu utama, tetapi melalui pintu samping rumah sakit. Begitu memasuki bangunan, banyak sekali penjaga. Disana kita harus membayar Rp 5000/orang untuk menyewa senter. Kita juga bisa meminta penjaganya untuk menemani selama perjalanan dan menjelaskan ruangan-ruangan di dalamnya. Bangunan RS ini terdiri 4 lantai.


Sebelum masuk ke ruangan utama, kita berkumpul terlebih dahulu di lobby rumah sakit yg terdapat pintu utama. Seperti kebanyakkan rumah sakit lain, RS ini juga terdapat ruang tunggu di lobby dan sekitar lorong menuju ruangan pasien. Di tempat ini memang tidak terlalu menyeramkan, tetapi kondisi lantai yg kotor dan banyaknya sarang laba-laba membuat lobby ini terkesan bahwa sudah lamanya bangunan ini tidak terpakai.


Lanjut lagi perjalanannya menuju lorong yg gelap dan lembap. Lorong ini, berujung pada sebuah cermin tua buram yg di kanan kirinya terdapat ruangan yg sangat gelap. Di tengah lorong terdapat ruangan terbuka yg cukup luas yg terdapat lift rusak.
Setelah melewati lift kita akan menemukan lorong yg cukup gelap pula, dimana terdapat ruangan-ruangan pasien, ruangan instalasi bayi, dll.

Ruangan bayi ini banyak sekali disebut-sebut sebagai ruangan paling horor. Karena penghuninya aktif menyapa para pengunjung yg berani masuk ke ruangan ini. Dan ini merupakan pengalaman temen TS waktu masuk ruangan bayi. Dia emang anak indigo. Percakapan ini dilakukan waktu TS dkk selesai melakukan tour. TS disini hanya mendengarkan ya...

P: penjaga
E: evi
P: Gimana tadi ada yg liat?
E: saya liat di ruang bayi
P: kaya gimana coba? Biar temen-temennya pada tau. Kalo saya yg cerita ntar dikira bohong.
E: iya jadi waktu saya lewat bangsal, ada tangan bayi narik saya, dia sambil bilang “mama... mama...”. kayanya sih dia kehilangan mamanya. Kasian banget.
Ane langsung merinding gan...

Lanjut lagi, di depan ruangan bayi itu juga ada ruangan yg bisa dijadikan tempat uji nyali. Kita bisa masuk ruangan tersebut dengan jumlah ganjil, tanpa senter, pintu tertutup dan tanpa ada suara. Maka, gagang pintu akan ada yang menarik kasar, atau yang membuka pintu lalu menutupya dengan kasar. Dan taklama, miss kunkun merah pun akan muncul dan mengganggu agan-agan sekalian. Bahkan beberapa orang ada yang sempat untuk memfotonya.


Mengenai kamar mayat, lorong disekitarnya pun sudah sangat mencekam. Dahulu, ruangan ini masih bisa dikunjungi oleh umum. Namun sekarang, ruangan ini dipasangi spanduk “DILARANG MASUK” karena banyak yang mengalami kesurupan.
Di lantai 2 dan 3 suasana sangat gelap dan konon ada pintu dan jendela yang kadang bisa dibuka kadang tidak bisa. Toiletnya pun masih dalam keadaan bersih (dilihat dari kloset duduk yang masih baru). Namun, tidak bisa dipungkiri jika toilet ini pasti sudah berpenghuni.


Di lantai 4, suasana tidak terlalu gelap. Dan banyak sekali bangsal-bangsal baru yang belum terpakai sama sekali (dilihat dari plastik yang masih melekat). Meskipun tidak terlalu menakutkan, tapi ini cerita dari evi.
“Disana lantai 4, begitu kita naik tangga tadi ada cewek yang nunggu, tapi dia nggak ganggu. Terus ada di tangga itu juga ada kepala buntung. Tadi, aku liat ada orang (manusia) yang duduk-duduk di bangsal. Sebenernya, disitu tuh ada yang duduk(bukan manusia), untung aja dia nggak kenapa-kenapa.”

Dan beginilah cerita ane ke evi.


A: “Vi, tadi aku liat di lorong sebelum ruang bayi ada yang nyorotin lampu senter ke sebelah nizar(temen cowok ane yg penakut), eh aku liat disitu ada cewe yg nunjukkin mukanya, tapi liriknya ke aku. Terus pas tadi kamu masuk ke ruangan bayi, aku liat dari luar, pas nizar lagi di depan kursi, disitu aku liat ada yang duduk, gede sih kaya bapa-bapa gitu. Nah, udah gitu, pas kita mau kesini lagi(ke lobby), aku denger banyak yang bisikin tapi ga jelas, terus hawar-hawarnya beda-beda tiap pintu. Ada yang panas ada yang dingin. Terus sekarang aku pengen muntah vi. Mual banget, pengen nangis pula.”
Dan tahukah agan jawaban dari evi apa?


E: “Nit, kamu tuh untung banget. Kamu sama mereka tuh hampir sejajar. Kamu ngerasa ketakutan banget, makannya jadi gitu.”
Yap! Hal ini membuat ane tercengang.


Kini Bangunan Bekas Rumah Sakit ini dapat agan kunjungi setiap hari pada pukul 10:00 – 17:00. Semula, tempat ini dapat agan kunjungi hingga tengah malam sekalipun. Namun, karena banyaknya protes warga sekitar yg merasa terganggu karena kebisingan pengunjung. Tapi, bagi agan yang nekad ingin mengunjungi BMC pada tengah malam, bisa menyimpan kendaraan agan di luar BMC. Karena, jika agan masuk BMC malam-malam menggunakan kendaraan, agan bakal dicegat warga.


Dan menurut beberapa orang yang pernah mengunjungi tempat ini, dikatakan bahwa jika ada yang mengambil foto dari dalam, maka camera bahkan gadget agan tidak lama lagi tidak akan berfungsi. Entah itu error, rusak dsb. Bahkan adapula yang mencoba menangkap gambar, dan tidak lama kemudian mendapatkan gangguan dari penghuninya.

Yang harus di INGAT buat agan:
Jangan mengunjungi BMC pada 10 menit menjelang magrib dan setelah hujan. Karena pada waktu-waktu itu, suasana akan sangat lembap dan memicu para makhluk astral untuk muncul.
BERIKUT ADA BEBERAPA PENAMPAKAN

Tips buat agan:


1. Carilah jam-jam yang tidak memicu “mereka” untuk mengganggu. Mis: siang hari-sore hari.
2. Jangan pernah sendirian. Ajaklah teman-teman/keluarga/saudara anda.
3. Baca do’a sebelum masuk.
4. Usahakan ada pendamping (kuncen yang menemani).
5. Usahakan tidak berjumlah ganjil.
6. Jangan pegang barang/duduk di tempat yang jarang ditempati manusia. (mis: bangsal, toilet, kursi roda, peyangga infus dsb).
7. Jangan SOMPRAL! Ini penting banget.
8. Jangan melamun.
9. Jangan lupa istigfar.
10. Jangan membuat keonaran/kebisingan.
11. Kalo agan sudah merasa tidak enak, misalnya merasa sesak, merinding berkepangjangan, mual, pusing, dsb, sebaiknya agan sesegera mungkin menuju lobby/keluar gedung.
12. Kalo agan melihat sesuatu atau merasakan sesuatu, pastikan untuk tidak bercerita di tempat dan berdo’alah. Lebih baik ceritakan di lobby/luar gedung.
13. Hindari ruangan yang sekiranya menurut agan tidak layak untuk dikunjungi (mis: ruang myt, dll)
14. Biasakan untuk tidak membuang kotoran (sampah dsj.) di dalam maupun luar bangunan, karena dikhawatirkan ada yang merasa terganggu. IYKWIM.
15. Setelah melakukan wisata, mintalah petugas/penjaga untuk menetralisir tubuh kita. Jangan sampai ada yang “terbawa” pulang.
16. Ketika sampai rumah, cepatlah mandi/ganti pakaian. Karena dikhawatirkan ketika di jalan kita masih mengingat di BMC sehingga psikologis kita menurun dan menimbulkan ada “mereka” yang dari tempat lain terbawa pulang.
Tag : , ,

Tertulis Untukku

Coretan Pensil Online


Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian itu hanya kebetulan... Ingat, ini hanya 'Cerita Fiksi'.

"Berulang kali ku mencoba melupakan, sadari ku kehilanganmu. Namun semakin ku mencoba melupakan, bayangmu tak mau pergi". Itulah kutipan sebuah untaian kata yang Heri tulis di selembar kertas putih menggunakan tinta hitam, khusus di tujukan buat wanita yang sangat di sayangi. Tak lupa, tercantum namanya di sudut kanan bawah kertas tersebut. Di selipkan kertas tersebut di selah bawah pintu rumah wanita yang ia sayangi, pada pagi hari sebelum berangkat sekolah. Sinka : Membuka pintu rumah Sejuknya udara pada pagi ini. Loh, ini apa? memungut kertas di bawah kakinya Ia pun membaca kertas tersebut, tentunya kertas itu berasal dari Heri. Setelah membacanya, ia meremukkan kertasnya. Lalu ia berjalan ke tempat sampah, dan melempar ketas itu ke dalamnya. Sinka : Tidak ada lagi namamu di hati dan pikiranku. Hanya luka yang kamu gores di hati ini Kemudian, ia menyalakan motornya yang terparkir di halaman rumah. Dengan geram, ia melaju melewati gerbang rumah yang sudah terbuka pagarnya menuju sekolahannya. Heri yang menyaksikan perbuatannya dari balik sebuah pohon besar tak jauh dari tempat kejadian, hanya bisa terdiam dan pasrah. Heri : Segitu bencinya kah kamu terhadapku? menatap tempat sampah yang berisikan kertas dariku dari jauh Dengan lesu, Heri berjalan memasuki mobil. Dan bergegas pergi ke sekolah.

Hubungan Heri dengan Sinka berakhir saat mereka bertengkar dengan hebat. Mereka sama-sama keras kepala, jadinya tak ada yg mengalah. Kemudian mereka sepakat untuk menyudahinya (putus). Setelahnya, Heri menyesal dan mengaku salah. Tapi Sinka tak mau mendengarkan permintaan maaf dari Heri. Hingga 2 minggu kemudian (sekarang) Sinka masih belum bisa memaafkan Heri, apalagi mendengar penjelasan dari Heri.
Heri dan Sinka sama-sama kelas 3, Sinka 3 SMK sedangkan Heri 3 SMA. Sekolah mereka berbeda, dan terpisah oleh jarak yang cukup jauh. Maka dari itu, Heri hanya dapat mendatangi rumah Sinka diam-diam, dan menyelipkan selembar kertas berisikan 'kata-kata' yang mungkin tak akan Sinka gubris.

Hari ke-2 Kembali, Heri memasuki pekarangan rumah Sinka dan menyelipkan selembar kertas di sela bawah pintu rumah. Saat Sinka keluar, ia membaca kertas itu. Sinka : Bila tertulis untukku bukanlah dirimu, ku terima jalanku. Meski ku harus merelakanmu, biarlah aku menjaga cinta untukmu *membaca kertasnya* Kali ini, ia tak membuangnya ke tempat sampah. Ia masuk ke dalam rumah dan kembali ke posisi semula *depan pintu*.

Ternyata, ia ke dalam untuk mengambil sebuah korek api. Ia nyalakan, kemudian dibakarlah kertas dariku itu. Sakit... Itulah perasaan Heri saat menyaksikan adegan pembakaran kertas itu oleh Sinka. Hati Heri terbakar, seperti kertas itu yang hangus di lalap oleh si jago merah. Sinka : Asal kamu tau ya... Hatiku terbakar hangus olehmu!! *ngomel sendiri* Ia meraih motornya, dan menyalakan mesinnya. Lalu ia pergi menuju sekolahnya. Heri : Sin, hari ini adalah hari terakhirku di kota ini. Esok aku harus ikut orang tua ku ke luar kota. Apakah kamu belum bisa memaafkanku? *ngomong sama pohon*. Shit! Mana mungkin Sinka mau mendengar ucapanku. Mungkin aku akan meninggalkan kota ini dengan sejuta kenanganku bersama Sinka tanpa pamit kepadanya. Tapi esok pagi, aku akan mengirimkan kata-kata untukmu lagi Heri masuk ke dalam mobil sambil kayang, dan pulang ke rumah untuk beres-beres barang. *** Hari ke berapa ya? Hari ke-3 aja deh Eaakkk...

Hari terakhir Heri di kota ini. Sebelum berangkat ke bandara (pagi hari), ia mampir ke rumah Sinka untuk menyelipkan kata-kata di atas selembar kertas. Saat ia mantapkan langkah menuju pintu rumah Sinka, Sinka malah membuka pintu itu. Dengan kaget, Heri menatapnya yang memakai seragam sekolah. Sinka : Ngapain kamu ke rumahku!!!?? Pergi sana! Heri : Sin, kali ini kamu harus dengerin aku Sinka : Apalagi? Kamu mau bilang kalau pertengkaran beberapa minggu lalu di sebabkan oleh keegoisanku? Hah! Heri : Bukan, Sin. Aku mau pam... (pamit maksudnya kalau gak terpotong) Sinka : Tunggu Ia masuk ke dalam rumahnya. Kemudian ia kembali sambil memegang tabung gas elpiji 3 kg. Sinka : Lebih baik kamu pergi sekarang! Atau aku ledakin kamu pakai tabung gas ini! Heri : .... Sinka : Buruan pergi! Heri : Baiklah. Tapi suatu saat nanti, jangan kamu sesali keputusanmu ini. Karena mungkin aku tak akan ada di dekatmu untuk selamanya Sinka : *mengambil ancang-ancang untuk meledakkan tabung gas* Heri : Oke.. Oke. Aku pergi. Sayonara! Heri balik badan, dan berjalan pelan meninggalkan Sinka. Berharap agar Sinka memanggilnya dan memaafkannya. Sinka : Heri... Heri : *dalam hati* Nah, betul kan? \(^o^)/ Heri kembali balik badan dan menghadap ke arah Sinka Sinka : Tolong buangin tabung gas ini dong. Udah habis gasnya, gak di pakai lagi Heri : .... Dengan terpaksa Heri menurutinya. Ia berjalan ke tempat sampah sambil ngemut tabung gas tersebut, sebelum akhirnya membuangnya. Heri masuk ke dalam mobil, dan segera menuju bandara. Keluarganya sudah menunggu di bandara sedari tadi. (Untuk mempersingkat huruf, langsung saja saat di dalam pesawat) Heri menyesal, karena tak dapat memberikan kata-kata terakhirnya yang di tulis di selembar kertas. Pesawat pun take off. Dengan berat hati, Heri meninggalkan kota ini sambil menggenggam kertas yang tadinya ingin di selipkan di sela bawah pintu rumah Sinka. Malang nasibnya dan keluarganya pada saat di pesawat. Baru saja lepas landas, mesin penggerak pesawat tersebut terbakar.

Dan api menjalar ke seluruh body dan mesin-mesin pesawat na'as itu. Hingga akhirnya api sampai pada tangki bahan bakar. Dan.... Duaaarrr...!!! Meledak lah pesawat yang berpenumpang sekitar 30 orang tersebut. Puing-puing dari pesawat yang meledak, terjatuh ke pemukiman warga. Ada beberapa puing-puing yang jatuh ke lapangan sekolah Sinka. Lantas seisi sekolah panik dan mengerumuni lapangan sekolah, tempat puing-puing pesawat na'as itu mendarat. Ada satu benda yang menarik perhatian Sinka dari puing-puing yang berserakan di lapangan sekolah, yaitu potongan tangan seseorang. Bukan potongan tangan itu yang menarik perhatiannya, tapi jam tangan yang terpasang di potongan tangan itu. Sinka : Itu kan, jam tangan pemberianku untuk Heri beberapa bulan lalu saat dia ulang tahun. Jangan-jangan, tangan ini adalah... Air mata tak dapat terbendung lagi oleh Sinka. Ia pun mulai menangis. Akan tetapi, Sinka melihat, potongan tangan itu seperti menggenggam sesuatu. Dengan beraninya, Sinka membuka genggaman potongan tangan itu dan mendapati selembar kertas.

Ia baca isi dari kertas tersebut. Sinka : Dirimu takkan terganti di hatiku, dan takkan berubah! *membaca dalam hati* Dan sekarang, Sinka menangis sejadi-jadinya (histeris). Ia baru menyadari bahwasannya ia masih mencintai dan menyayangi Heri. Namun karena keras kepala, ia tak mau mengakuinya. Sinka : Aku sayang sama kamu, Her. Aku tak ingin kamu berakhir seperti ini. Maafkan aku yang tak mau mendengarkanmu Kemudian Sinka mengingat kejadian pagi tadi saat aku ke rumahnya. Ia merasa, betapa bodohnya pada saat itu. Ia tau, tadi pagi itu Heri ingin menyampaikan kata terakhirnya. Sayangnya, Sinka tak mau mendengarnya. Sekarang, Sinka hanya bisa menyesal sambil menangis. Tentunya, ia sedang mengemut potongan tangan Heri
Tag : , ,

Misteri Bangku Kereta Api Nomor 13

Coretan Pensil Online

Misteri Bangku Kereta Api Nomor 13

Perjalanan jauh dengan kereta merupakan sebuah perjalanan yang penuh dengan petualangan. Banyak hal yang bisa kita dapat dari perjalanan jauh ini. Seperti halnya kisah perjalananku selama dua hari satu malam dengan Kereta Bima, Jakarta-Surabaya. Perjalanan kali ini, seperti halnya perjalana-perjalanan sebelumnya, tak pernah kusia-siakan hanya dengan melihat-lihat pemandangan lewat jendela ataupun tertidur sepenjang perjalanan. Ada suatu hal yang biasa kulakukan untuk mengisi perjalanan dengan kereta api yaitu dengan “mengobrol”. Mengobrol merupakan cara yang ampuh untuk mengusir rasa bosan dan juga baik untuk kesehatan terutama otot-otot muka guna menjaga keremajaan kulit dan elastisitasnya. Mengobrol hanya membutuhkan sedikit energi dengan sedikit cemilan dan sebotol softdrink lengkap sudah fasilitas untuk memulai suatu obrolan.
Sudah tiga puluh menit berlalu semenjak aku terduduk sendiri di bangku nomor 14 gerbong ketiga. Kulihat bangku nomor 15 yang terletak disebelahku belum juga terisi penumpang dan juga bangku nomor 13 dan 12 yang terletak di hadapanku kosong sama sekali. “Kalo begini gimana aku bisa dapat teman ngobrol?”.
“Ting…teng…ting…teng…lima menit lagi Kereta Bima akan segera diberangkatkan”, begitu bunyi pengumuman dan petugas stasiun. Kereta mulai penuh oleh para penumpang. Semua bangku telah terisi kecuali tiga buah bangku yang ada di dekatku, tak juga ada yang menempati. Sudah empat puluh menit aku menunggu teman seperjalananku, namun mungkin takdir berkata lain. Di perjalanan kereta kali ini, mungkin akan kulewatkan dengan tidur atau melihat-lihat pemandangan saja.
“Huaaaah…!!”, suasana ini membuatku mengantuk, mataku mulai berkaca-kaca. Tak terasa aku pun terlelap untuk beberapa waktu. “Roooeng…!!!”, “Hah, bunyi apa itu…?”, aku tersentak, dan bangun dari tidurku. Oh rupanya bunyi yang melengking itu hanyalah bunyi pertanda kereta akan segera diberangkatkan. Kereta pun mulai berangkat. “Huaaah…!!”, lagi-lagi meliuk-liukkan tubuhku, mencoba melemaskan semua otot-otot yang tadi kaku karena kugunakan tidur dalam keadaan duduk. Kini ngantukku serasa hilang dalam sekejap oleh getaran-getaran berirama yang ditimbulkan oleh roda-roda kereta. Kuperhatikan sekelilingku, nampaknya bangku nomor 12 dan 13 yang ada dihadapanku serta bangku nomor 15 yang terletak di sampingku memang tak ada yang menempatinya. Atau memang tak ada yang mau mendudukinya? Ah masa bodoh…
Tiba-tiba seorang wanita muda dengan tergesa-gesa berjalan sambil menyeret sebuah koper yang tampaknya cukup berat menuju ke arahku. Dia tampaknya butuh pertolongan. Pak kondektur pun menghampirinya. “Anda butuh pertolongan Nyonya?”, tegurnya dengan sopan. “Iya Pak, tolong saya Pak!”, ujar nyonya itu dengan nada setengah panik. “Maaf nyonya, bisa tolong tunjukkan tiket anda?”, ujar sang kondektur. “Ini pak, saya duduk di bangku nomor 13”, jawabnya dengan nafas terengah-engah. “Oh bangku nomor 13 ada di sebelah sini nyonya. Silahkan, anda bisa duduk dan tenangkan diri anda terlebih dahulu”, ujarku memotong pembicaraan mereka.
“Pak kondektur..anak saya pak…anak saya hilang di kereta ini”, ujar nyonya itu yang tampaknya tak menghiraukan perkataanku.
Pak kondektur pun berkata lagi pada nyonya itu dengan lembut “Nyonya, anda bisa duduk dulu di bangku dan ceritakan semua kejadiannya pada kami.”
Mendengar hal itu kemudian si nyonya pun akhirnya duduk dan kemudian mulai mencoba menenangkan diri. Setelah merasa cukup tenang ia pun bercerita “Begini Pak Kondektur, aku naik ke kereta ini bersama anak laki-lakiku yang bernama Andi. Ketika kami tiba di stasiun, kereta hampir saja berangkat. Karena takut ketinggalan kereta aku pun menaikkan Andi terlebih dahulu kemudian aku turun lagi untuk membawa koper yang kutitipkan pada seorang penjual makanan yang menunggu di depan pintu masuk gerbong lima kereta ini. Sementara itu Andi ku suruh mencari tempat duduk nomor 13 dan 14 yang telah kami pesan. Saat itu para penumpang masuk secara berdesakkan, mungkin mereka juga tak ingin ketinggalan kereta. Bahkan ketika aku ingin masuk, hampir saja aku terdorong keluar oleh penumpang lain yang juga turut berdesak-desakkan. Dan sesampainya di dalam kereta aku mencari-cari Andi dan tidak menemukannya.”
“Oh begitu”, ujar kondektur manggut-manggut. “Ehm begini saja nyonya. Sekarang saya akan mencari anak nyonya dan nyonya silahkan tunggu di sini. Oh ya apakah nyonya yakin kalau anak nyonya sudah masuk ke dalam kereta ini?”, Tanya pak kondektur.
“Saya yakin pak. Anak saya tak mungkin keluar lagi, karena ketika kami masuk, para penumpang yang lain juga masuk bahkan hingga berdesak-desakkan sehingga tak mungkin ia bisa keluar.”, jelas nyonya itu.
“Oh ya, bagaimana ciri-ciri anak nyonya?”
“Hmm…anak saya memakai baju kemeja warna biru laut dan celana pendek warna hitam. Umurnya 10 tahun dan tingginya sekitar 150 cm. Ia berkaca mata dan rambutnya hitam lurus.”, jawab nyonya itu.
“Ya…cukup jelas, kami pasti menemukannya”, ujar sang kondektur meyakinkan nyonya itu.
Lima menit telah berlalu, namun si kondektur tadi tak juga kembali. Nyonya itu nampak masih gelisah sejak tadi, wajahnya memerah dipenuhi sejuta penyesalan.
“Maaf nyonya, mau permen?”, ujarku seraya menyodorkan lima bungkus permen cokelat yang tadi kubeli dari pedagang kaki lima.
“Hmm maaf…terima kasih”, ujarnya menolak.
“Tenang saja nyonya, tak perlu terlalu gelisah. Anak nyonya pasti ditemukan, mungkin saja dia tadi bingung dan tersesat di gerbong lain. Kereta ini kan hanya terdiri dari beberapa gerbong dan anak nyonya tak mungkin akan jauh-jauh pula dari sini’, ujarku mencoba menenangkannya.
“Oh ya, tujuan nyonya mau kemana?”
“Hmm….saya mau ke Surabaya, ke rumah kakak ipar saya untuk mengabarkan suatu hal”, jawab nyonya itu.
“Lalu suami anda…?”
“Dia baru saja wafat tiga hari yang lalu”
“Oh maaf nyonya…ehm saya turut berduka cita atas wafatnya suami nyonya.”
Waktu pun telah berlalu dua jam lamanya. Hari kini mulai beranjak sore, kereta api delapan gerbong yang kini kunaiki mulai menembus senja. Obrolanku dengan nyonya ini semakin menarik saja, dan nampaknya si nyonya mulai melupakan anaknya yang belum juga ditemukan.
Saat ini aku mulai tahu banyak tentang nyonya itu. Ternyata yang duduk di bangku nomor 12 adalah anaknya dan yang duduk di bangku nomor 15 yang ada disebelahku adalah suaminya yang kini telah wafat semenjak tiga hari yang lalu. Suaminya adalah seorang polisi lokal. Ia wafat karena tertembak ketika terjadi baku tembak dengan para perampok bank tiga hari yang lalu. Semula mereka bertiga memang hendak liburan ke rumah Nenek anak semata wayangnya di Surabaya. Kematian sang Ayah pada mulanya membuat rencana kepergian Si Nyonya dibatalkan. Namun karena si Nyonya kemudian mendapat kabar bahwa ibundanya di kampung halaman sedang sakit keras, dan dengan pertimbangan tiket yang sudah dipesan, jadilah mereka berdua memaksakan diri pergi ke Surabaya meskipun masih dalam suasana duka.
“Maaf nyonya apa makanan favoritmu?”, tanyaku.
“Hm…aku amat menyukai cokelat, suamiku dan anakku juga menyukainya. Cokelat sudah lama menjadi makanan favorit keluarga kami.”, jawabnya. “Kalau anda Tuan?”
“Hmm…aku juga suka cokelat, tapi terkadang aku juga suka permen dan juga kembang gula. Pokoknya semua makanan yang manis-manis aku menyukainya.”, jawabku.
Tiba-tiba si nyonya itu mengeluarkan sebuah kotak dari tas kecil yang diipangkunya. Dan ia membuka kotak itu. Ternyata isinya adalah cokelat.
“Anda mau cokelat, Tuan?”, ujarnya seraya menyodorkan kotak itu ke arahku.
Aku pun mengambil tiga bungkus cokelat dari kotak itu. “Hmm…terima kasih nyonya.”, ucapku seraya menaruh dua bungkus cokelat ke dalam saku kemejaku. Sementara yang sebungkus lagi kubuka dan kumasukkan ke dalam mulutku.
“Bagaimana rasanya, Tuan?”, Tanya nyonya itu.
“Hmm…sangat enak.”, jaawabku.
Nyonya itu cukup menarik untuk dijadikan teman ngobrol. Setelah sekian lama mengobrol tampaknya aku mulai suka padanya. Wanita itu lumayan cantik, wajahnya sangat ayu dengan bibirnya yang manis. Matanya juga indah. Rambutnya tergerai lurus sepinggang. Lama-lama aku merasa tertarik kepadanya. Hatiku mulai bertanya-tanya “Apakah aku telah jatuh cinta?’
Dalam sekejap kami menjadi lebih akrab. Rupanya si nyonya itu juga suka mengobrol sepertiku. Kami pun melanjutkan obrolan kami hingga lupa waktu.
Sejam kemudian. Pak kondektur datang mengantarkan seorang anak berambut lurus dan berkaca mata. “Oh anakku!”, si nyonya sejenak tersentak melihat anaknya, lalu memeluknya sambil menetesakan air mata. Ia baru ingat bahwa anaknya telah hilang di kereta beberapa jam yang lalu. Dengan perasaan bersalah ia pun memeluk anaknya erat-erat sambil menangis.
Aku dan pak kondektur hanya bisa memandang kedua anak dan ibu itu sambil tersenyum lega. Setelah itu si nyonya itu pun kemudian berterima kasih kepada pak kondektur.
“Maaf nyonya kami terlalu lama menemukan anak anda. Tampaknya anak anda tersesat di kereta ini dan kelelahan, lalu ia pun tertidur di dekat tumpukkan barang di pojok gerbong delapan. Tadinya kami tak mengira anak itu bersembunyi di sana. Namun, setelah kami berpikir bahwa tak ada salahnya memeriksa tumpukkan barang kami pun memeriksanya dan berhasil menemukan anak nyonya ini.”, jelas pak kondektur.
‘Tak apa-apa pak kondektur, yang penting saat ini anakku sudah di temukan. Terima kasih….pak…saya ucapkan beribu-ribu terima kasih.”, ujar nyonya itu.
“Tak apa nyonya, itu memang sudah tugas kami.”, ujar pak kondektur.
Tak lama kemudian suasana pun kembali tenang. Sang anak sudah duduk di bangkunya dan si nyonya kembali melanjutkan obrolannya denganku. Kami pun mengobrol cukup lama dan kuperhatikan, selama kami mengobrol, anak nyonya itu menatapku tajam ke arahku. Aku jadi sedikit salah tingkah.
Anak nyonya itu tampaknya tak suka kepadaku. Ia lalu menarik-narik ibunya dan membisikkan sesuatu ke telinga ibunya. Si nyonya manggut-manggut lalu berbicara lirih kepadaku “Tampaknya anakku tidak terlalu menyukaimu, maaf ya, harap di maklumi karena anakku baru saja kehilangan ayahnya. Jadi, ia tak begitu suka kalau ada lelaki lain yang mendekatiku.”
Aku pun manggut-manggut seraya mengerti apa yang dimaksud si nyonya itu. Aku pun bisa memahami perasaan mereka. “Hmmm….baiklah kalau begitu aku mohon diri sejenak, rasanya ingin aku berjalan-jalan ke gerbong lain. Lagi pula kakiku rasanya mulai kesemutan semenjak tadi duduk di bangku.”, ujarku pamit untuk pergi sejenak.
Sambil berjalan santai aku pun menelusuri gerbong-gerbong kereta sampai di ujung gerbong ke delapan yang terletak paling ujung, aku duduk di sebuah bangku kosong yang terletak di depan bagasi tempat barang-barang. Bangku-bangku di gerbong delapan nampaknya banyak yang kosong. Aku kemudian menatap keluar jendela sambil memandang bulan purnama yang membumbung tinggi di luar sana.
Tak terasa tiga puluh menit berlalu dengan cepatnya. Aku bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju bangku nomor 14, tempat dudukku yang semula, “Mungkin si anak tadi sudah lelap tertidur dan aku pun bisa ngobrol lagi dengan si nyonya tadi.”, pikirku.
Namun, sesampainya di bangkuku, yang ada hanya anak tadi yang masih terjaga. Kemudian aku pun duduk, dan memberanikan diri bertanya kepada anak itu. “Nak, dimana ibumu?”
“Mau apa kamu mencari-cari ibuku! Lagi pula apa urusanmu menanyakan dimana ia berada, toh kamu kan bukan ayahku!”, ucapnya kasar.
Hatiku bergetar mendengar perkataan anak kecil itu, sesaat aku menganggap anak ini kurang ajar, tapi mungkin ada benarnya juga. Walaupun aku suka kepada ibunya tapi kan ia sudah berkeluarga dan sulit bagi sebuah keluarga untuk dengan mudah kehilangan salah satu anggota keluarga yang dicintainya maupun dimasuki oleh orang yang baru mereka kenal. Aku dan anak itu pun terdiam beberapa lama kemudian anak itu tertidur pulas. Aku pun mulai mengantuk karena semenjak tadi hanya diam mengunci mulut. Akhirnya aku pun memejamkan mata dan tertidur pulas.
Beberapa saat kemudian terdengar lagi olehku deru roda-roda kereta yang berirama. Aku pun mulai membuka mataku lagi. Namun, kini di hadapanku duduk seorang pria gagah yang mengenakan sebuah kemeja putih dan bercelana cokelat. Rambutnya tampak klimis dan dia juga tampak lebih arif dengan kacamatanya. Aku mulai bingung, bukankah yang tadi duduk di hadapanku ini seorang nyonya dan anaknya. “Ah mungkin saja aku sedang bermimpi.”, batinku.
Aku pun berkenalan dengan pria itu, namanya Andi. Persis seperti nama anak kecil yang kutemui dalam mimpiku tadi. Dan kami pun mengobrol tentang segala hal. Andi mulai terbawa pembicaraan. Begitu pula denganku. Kami saling berbagi pengalaman, berbagi cerita dan juga berbagi alamat dan nomor telepon.
“Oh ya, Tuan. Maukah engkau kuceritakan sebuah kisah menarik saat aku berumur 10 tahun?”, Tanya Andi. “Oh tentu saja.”, jawabku. “Baiklah, akan kuceritakan.”, Andi pun bercerita tentang pengalamannya ketika ia berusia 10 tahun. Ketika itu ia tersesat di gerbong kereta dan tidur di bagasi barang. Dan saat ditemukan dan di bawa oleh kondektur menemui ibunya, ia mendapati ibunya sedang asyik mengobrol dengan seorang pria yang tak ia kenal dan ia pun akhirnya merasa cemburu karena belum lama ayahnya meninggal. Ia tak ingin punya ayah yang baru karena ia amat mencintai ayahnya. Andi menyuruh ibunya agar berhenti ngobrol dengan lelaki itu dan menyuruhnya pergi. Lalu sesudah lelaki itu pergi, Andi bertengkar dengan ibunya sehingga ibunya kesal dan akhirnya pergi untuk pindah gerbong. Ketika ibunya telah pergi, lelaki yang semenjak tadi mengobrol dengan ibunya datang kembali dan menanyakan tentang keberadaan ibunya. Adi menjawab dengan nada ketus “Mau apa kamu mencari-cari ibuku! Lagi pula apa urusanmu menanyakan di mana ia berada, toh kamu kan bukan ayahku!”
“Aku merasa bersalah dengan perbuatanku terhadap lelaki itu dan ingin rasanya aku memohon maaf atas sikap kasarku dulu kepadanya.”, Andi menutup ceritanya.
“Lalu dimana ibumu saat ini?”, tanyaku.
“Ibuku pindah gerbong dan ternyata ia pindah ke gerbong belakang. Beberapa saat setelah aku tertidur aku merasa aneh dan beranjak dari tempat dudukku. Tiba-tiba terjadi tabrakan antara kereta yang kutumpangi dengan kereta lain. Saat itu aku berada di gerbong tiga dan selamat sedangkan ibuku rupanya tewas karena ia pindah ke gerbong belakang yang hancur akibat tabrakan itu. Aku amat menyesal seandainya saja aku membiarkan ibuku tetap mengobrol dengan pria itu mungkin ibuku tak akan pindah gerbong dan menyusul ayahku ke alam baka.”, Andi menjelaskan panjang lebar untuk kesekian kalinya.
“Oh, aku turut bersedih atas pengalamanmu yang amat menyedihkan.”, ujarku bersimpati. Dalam hati aku berfikir mungkinkah aku melenggang ke masa lalu selama aku tertidur, ataukah mimpi itu hanya kebetulan saja.
“Hmm…boleh aku tanya sesuatu?”, tanyaku.
“Oh ya, silahkan.”, jawab Andi.
“Hmm…aku ingin tahu, saat kau terbangun….sebelum kecelakaan itu..kau tahu dimana pria yang duduk dihadapanmu?”, tanyaku lagi.
“Kurasa ia pergi ke gerbong lain saat aku tertidur, yang jelas aku tidak menemukannya saat aku terbangun.”
Seribu satu tanda tanya mulai memusar di dadaku. Apakah benar pria yang ada di masa lalu itu adalah aku? Sesaat aku masih ingat senyuman nyonya yang tadi duduk di bangku nomor 13 dan mengobrol denganku sambil menunggu anaknya ditemukan hatiku mulai gundah, tak mungkin ini suatu kebetulan…tapi bagaimana bisa?
“Maaf, Tuan. Apa kau suka berjalan-jalan dengan kereta?”, Andi tiba-tiba memotong lamunanku.
“Oh…eh…iya…tentu saja…”, jawabku gugup.
“Selama hidupku aku merasa dihantui perasaan bersalah terhadap pria yang kucaci maki 10 tahun lalu. Setiap aku bepergian naik kereta aku selalu memesan bangku nomor 13 tempat dahulu ibuku duduk sebelum ia pergi untuk selama-lamanya. Dan aku juga selalu menceritakan kisah ini kepada setiap orang yang duduk di bangku nomor 12, 14 dan 15. aku juga selalu berpesan kepada semua orang yang kuceritakan tentang kisah ini untuk menyampaikan permohonan maafku yang sebesar-besarnya untuk pria yang 10 tahun lalu kucaci maki. Ibu dan ayahku di sana pasti tak suka memaafkanku jikalau permohonan maaf ini tak sampai kepada pria itu. Maukah Tuan membantuku?”, pinta Andi.
“Baiklah aku akan membantumu. Dan aku yakin pria itu pasti sudah memaafkanmu, karena dulu umurmu kan masih 10 tahun.”, ujarku menghibur Andi.
“Saat ini pasti pria itu sudah berumur sekitar 40 tahun dan mungkin dia sudah punya istri dan anak.”, ujar Andi.
Kereta pun terus melaju, hingga akhirnya tiba di kota Surabaya. Aku dan Andi pun turun di salah satu stasiun di Kota Pahlawan itu. Dari sana kami berpisah menuju ke tempat tujuan kami masing-masing. Walaupun kami sudah berpisah masih saja aku memikirkan serentetan peristiwa yang kutemui di kereta tadi. Semenjak saat itu aku pun mulai berjanji, aku tak akan banyak ngobrol selama perjalanan dengan kereta. Aku juga nggak bakal lagi-lagi tertidur di bangku kereta. Mungkin aku bisa mengusir kebosanan dalam perjalanan dengan membaca-baca buku sambil minum kopi, atau melihat-lihat pemandangan sepanjang perjalanan.
Tapi “Ops…!”, tak kusadari kedua ikatan tali sepatuku terlepas, aku pun berjongkok untuk menalikannya kembali. Namun saat aku berjongkok, “Pluk…!!”, dua bungkus cokelat jatuh dari sakuku. Aku mulai berfikir dari mana cokelat-cokelat ini, aku merasa tak pernah membeli cokelat sepanjang perjalanan. “Ah….aneh-aneh saja yang terjadi hari ini.”
Tag : , ,

- Copyright © Coretan Pensil Online - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -